Di era modern ini, teknologi modern berkembang pesat, baik teknologi komunikasi maupun kedokteran. Hal ini tentu memengaruhi pola pikir ‘mindset’ masyarakat dalam berbagai bidang termasuk kesehatan dan pengobatan. Pola pikir masyarakat tentang kesehatan dan pengobatan zaman dulu setiap orang yang mengalami sakit maka yang terpikirkan sebab sakit karena hal-hal yang tidak logis, misal kesurupan, diganggu orang lain, atau bahkan diperkirakan sebagai sawan. Sedangkan kini, setiap orang mengalami sakit lebih banyak yang berpikir untuk berobat ke puskesmas atau ke dokter.
Sawan adalah istilah penyakit setep, ayan, atau kejang-kejang yang biasanya terjadi pada bayi dan sekalor pada orang dewasa (Kamus Bahasa Indonesia Tesaurus: 559).
Penyakit sawan adalah salah satu penyakit umum yang diderita masyarakat baik tua, dewasa, maupun anak-anak, dan balita. Penyakit sawan lebih sering menyerang pada bayi, anak-anak, dan ibu hamil. Ketika seseorang mendadak mengalami perubahan tingkah laku dan kesehatan fisik dengan tanpa alasan, maka orang tua akan menghubungkannya dengan sawan.
Misal, seseorang mengalami sakit demam, menggigil sedangkan suhu badan panas tinggi, telapak tangan dan kaki berkeringat, dada berdetak kencang kemudian akan dihubungkan dengan sawan, yakni sawan pada orang meninggal, petir, juga kejadian tertentu. Padahal, apabila dirunut secara logika orang tersebut mengalami ketakutan atau kaget terhadap sebuah peristiwa yang menyedihkan, menakutkan, menjengkelkan, menyedihkan sehingga terbawa pikiran dan menyebabkan tegang hingga sakit. Jika pasien ini dibawa ke rumah dokter maka prediksinya akan berbeda yaitu terjadi peradangan karena virus atau bakteri tertentu.
Sawan pada bayi, balita, dan ibu hamil biasanya dihubungkan dengan terlanggarnya mitos sehingga berakibat pada sakit. Berikut beberapa contoh penyakit sawan; pertama, ketika bayi menangis rewel tanpa sebab hingga tidak bisa didiamkan maka orang tua panik dan orang pintar akan mengatakan anak tersebut terkena sawan karena bapak atau ibunya bepergian tanpa membawa sawanan dan gunting kecil. Kedua, peristiwa pada ibu hamil yang tiba-tiba sakit panas atau perut sakit padahal belum waktunya melahirkan, dukun bayi akan menandainya sebagai
terkena sawan karena suami melakukan pekerjaan tertentu atau menyakiti binatang tertentu. Ketiga, saat anak balita terkena ruam parah pada lipatan pergelangan kaki, tangan, atau leher maka diasumsikan terkena sawan karena orang tua melihat orang menyembelih binatang tanpa menyebut nama si anak atau cabang bayi sehingga terkena sawan. Demikian peristiwa-peristiwa penyakit yang dianggap sebagai penyakit sawan oleh masyarakat.
Pengobatan pada keluarga yang mengalami sakit sawan dengan membawa si sakit berobat kepada dukun pijet bayi atau orang pintar. Di sini si sakit akan diberi obat berupa rempah-rampah yang telah diberi mantera-mantera yang dikenal dengan sebutan sawanan.
Sawanan biasanya berupa rempah-rempah Jawa di antaranya daun dlingo, bangle, adas waras, kunyit, bawang merah, ketumbar, laos, jinten, kulit pohon secang, kayu manis, akar wangi, cendana, daun kemukus, daun kemuning. Rempah-rempah tersebut diambil sedikit tiap jenis dan ditumbuk jadi satu kemudian ditambah dengan jenis sawan penyebab sakit dan ditempelkan atau dibarulkan pada tubuh si sakit pada tiap persendian utamanya ubun-ubun dan belakang telinga.
Pada era milenial ini tentu telah terjadi perubahan pola pikir. Sebagian masyarakat terdidik memiliki pandangan berbeda. Masyarakat ini lebih mengutamakan kelogisan berpikir daripada mitos. Setiap kali keluarga ada yang mengalami demam maka akan segera dilarikan ke puskesmas, mantra kesehatan, bidan, atau pun dokter. Seberapa banyak masyarakat yang memilih pengobatan modern daripada pengobatan alternatif Jawa, dan seberapa banyak masyarakat mengabaikan sawan.
Ternyata tidak semua masyarakat Jawa otomatis berubah mempercayakan sakit pada pengobatan modern. Sebagian besar masih percaya penyakit sawan beserta pengobatannya, sebagian percaya pada pengobatan modern, dan yang terbanyak menggunakan pengobatan modern berdampingan dengan pengobatan alternatif, sawan.
Sebagai bukti pengobatan sawan masih tetap digunakan yakni pada tahun 2019 lalu. Kala itu terjadi fenomena menarik yaitu penjualan gelang sawan yang laris di pasar online maupun pasar tradisional. Hal ini menunjukan tingkat kepercayaan pada sawan yang cukup tinggi. Pembuatan gelang sawan yang laris di pasaran tersebut dijual dengan harga antara Rp
5000,- s.d. Rp 20.000,-. Ibu hamil dan balita banyak yang memakai gelang sawan sebagai pencegah penyakit sawan.
Selain itu, kalau kita perhatikan di beberapa kediaman dukun bayi atau orang pintar selalu ada orang tua yang membawa anak atau pun kerabatnya yang sakit untuk diobati. Beberapa pasien yang sempat berobat bareng di rumah dokter keluarga atau pun puskesmas juga berbisik tentang pengobatan alternatif sawan pada anak. Hal ini membuktikan bahwa pengobatan tradisional Jawa disebut sawan tetap dapat berdampingan dengan pengobatan modern, resep dokter. Jadi selain mengobatkan pasien sakit dengan pengobatan modern dari dokter berupa resep kimia juga berobat ke dukun bayi atau orang pintar untuk penyembuhan.
Di sinilah masyarakat Jawa khususnya masih menghormati kearifan rempah-rempah sebagai bahan penyembuhan penyakit sawan walaupun sawanan yang dibuat tidak selengkap sawanan zaman dahulu. Tidak ada persaingan dalam pengobatan antara dokter dengan dukun bayi. Bahkan, dukun bayi kerap menyarankan bayi yang sakit demam, ruam, dsb sebaiknya diobatkan ke dokter.
By Ida Senandung Kalbu